Kepala BNPT Menjelaskan Bahaya Penyebaran Radikal Di Perguruan Tinggi
Kepala BNPT Menjelaskan Bahaya Penyebaran Radikal Di Perguruan Tinggi. Penyebaran paham-paham radikalisme yang memiliki makna negatif
seperti intoleransi, anti-NKRI, dan anti-Pancasila semakin masif masuk
perguruan tinggi. Tak pelak hal tersebut menimbulkan kecemasan
tersendiri dari kalangan akademisi khususnya para Guru Besar.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius mengaku diminta memberikan pencerahan kepada mahasiswa baru di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI) tentang bahaya radikalisme. Lalu bertemu dengan para Guru Besar dan para pejabat struktural di lingkungan FEB untuk memberikan pemahaman soal paham radikal masuk ke dalam lingkungan pendidikan.
“Lalu kita perlihatkan juga fakta-fakta yang sudah terjadi dan kemudian kita beri tahu modus-modus operandi seperti apa, khususnya dalam entry point mereka dalam penerimaan mahasiswa baru seperti sekarang ini,” tutur Suhardi.
Lebih lanjut, setelah dirinya menguraikan secara gamblang lalu memberikan treatment-treatment-nya. Hal ini agar ada pemahaman yang utuh juga bagaimana pihak Dekan dengan seluruh perangkatnya bisa memberikan perhatian khusus kepada calon calon mahasiswa barunya ini.
“Pihak fakultas harus bisa mengidentifikasi dan melaporkan jika menemukan setiap fenomena dan gejala-gejala yang tidak bagus dalam proses belajar mengajar yang ada di lingkungan pendidikan khususnya FEB ini. Kami harap pihak Dekan punya treatment-treatment sehingga mereka bisa saling mengingatkan,” kata alumni Akpol tahun 1985 ini
Dikatakan mantan Kapolda Jawa Barat ini, dari penjelasan-penjelasan yang telah disampaikannya tersebut banyak sekali pertanyaan-pertanyaan untuk dimintai penjelasan lebih lanjut. Dan pihaknya berjanji untuk membantu pihak FEB UI jika dikemudian hari menemukan hal-hal seperti yang ia jelaskan namun belum dapat diselesaikan oleh pihak FEB UI.
“Kita selalu siap setiap saat untuk membantu FEB. Bukan hanya FEB saja, tapi termasuk UI pada umumnya dan perguruan tinggi di Indonesia lainnya pada umumnya untuk bisa sharing terkait masalah ini,” kata mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Dia mengatakan, apa yang ia sampaikan kepada para Guru Besar FEB UI ini juga akan menjadi bekal dalam upaya membentengi lingkungan perguruan tinggi dari penyebaran-penyebaran paham-paham radikal yang bersifat negatif.
“Dengan apa yang saya jelaskan tadi para Guru Besar banyak yang terperangah setelah melihat bagaimana fenomena itu terjadi. Dan sekarang mereka punya perspektif yang lebih lengkap. Karena beliau-beliau ini adalah kaum akademisi yang jauh pemahaman-pemahaman dalam masalah konteks intelektualitas tentunya. Saya yakin akan banyak dan berkembang ini pola-pola yang tidak kita pikirkan malah terpikirkan oleh para beliau-beliau (Guru Besar) ini,” jelasnya.
Saat sesi pembekalan terhadap para mahasiswa baru FEB UI, mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini juga mengapresiasi para mahasiswa baru itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang kritis dilontarkan kepada dirinya. Para mahasiswa ini, menurutnya, adalah anak bangsa yang masih punya idealisme tinggi dan merupakan kelebihan mereka.
“Itu sangat bagus. Dia harus diberikan pemahaman. Kenapa pertanyaan itu muncul? Karena rasa keingintahuannya tinggi, nah kita memberikan jawaban yang benar-benar jawaban yang baik. Sehingga dia mempunyai pemahaman yang benar juga,” tuturnya.
Dekan FEB UI, Ari Kuncoro mengatakan, penjelasan Kepala BNPT ini untuk menjawab keprihatinan para akademisi khususnya yang ada di lingkungan FEB UI mengenai berkembangnya paham-paham radikalisme di lingkungan perguruan tinggi yang sering dibicarakan akhir akhir ini.
“Dengan penjelasan lengkap dari Kepala BNPT tadi maka kita ingin mencegahnya langsung dari sumbernya bahwa yang namanya radikalisme dan terorisme itu asalnya dari intoleransi itu tadi,” kata Ari Kuncoro.
Diriya mengamati bahwa selama 10 tahun terakhir, berbagai pihak barangkali tidak lagi mempedulikan pelajaran-pelajaran yang sangat penting untuk kebangsaan, seperti yang pernah ia dapatkan saat dulu duduk di bangku sekolah seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan mata kuliah Pancasila serta Kewiraan saat menempuh bangku kuliah.
“Selama ini kita menggantinya dengan mata kuliah lain yang isinya itu barangkali perlu kita tinjau lagi. Karena kita sebagai bangsa yang majemuk, maka salah satu syarat untuk setiap kita bisa eksis itu adalah toleransi,” ungkapnya.
Sejumlah Guru Besar FEB UI tampak ikut hadir dalam sesi yang dikhususkan terhadap para Guru Besar dan Pejabat Struktural FEB UI, yakni Emil Salim yang merupakan mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup di era Orde Baru, lalu ada mantan Deputi Senior Bank Indonesia, Miranda S. Goeltom , dan para Guru Besar FEB UI lainnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius mengaku diminta memberikan pencerahan kepada mahasiswa baru di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI) tentang bahaya radikalisme. Lalu bertemu dengan para Guru Besar dan para pejabat struktural di lingkungan FEB untuk memberikan pemahaman soal paham radikal masuk ke dalam lingkungan pendidikan.
“Lalu kita perlihatkan juga fakta-fakta yang sudah terjadi dan kemudian kita beri tahu modus-modus operandi seperti apa, khususnya dalam entry point mereka dalam penerimaan mahasiswa baru seperti sekarang ini,” tutur Suhardi.
Lebih lanjut, setelah dirinya menguraikan secara gamblang lalu memberikan treatment-treatment-nya. Hal ini agar ada pemahaman yang utuh juga bagaimana pihak Dekan dengan seluruh perangkatnya bisa memberikan perhatian khusus kepada calon calon mahasiswa barunya ini.
“Pihak fakultas harus bisa mengidentifikasi dan melaporkan jika menemukan setiap fenomena dan gejala-gejala yang tidak bagus dalam proses belajar mengajar yang ada di lingkungan pendidikan khususnya FEB ini. Kami harap pihak Dekan punya treatment-treatment sehingga mereka bisa saling mengingatkan,” kata alumni Akpol tahun 1985 ini
Dikatakan mantan Kapolda Jawa Barat ini, dari penjelasan-penjelasan yang telah disampaikannya tersebut banyak sekali pertanyaan-pertanyaan untuk dimintai penjelasan lebih lanjut. Dan pihaknya berjanji untuk membantu pihak FEB UI jika dikemudian hari menemukan hal-hal seperti yang ia jelaskan namun belum dapat diselesaikan oleh pihak FEB UI.
“Kita selalu siap setiap saat untuk membantu FEB. Bukan hanya FEB saja, tapi termasuk UI pada umumnya dan perguruan tinggi di Indonesia lainnya pada umumnya untuk bisa sharing terkait masalah ini,” kata mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Dia mengatakan, apa yang ia sampaikan kepada para Guru Besar FEB UI ini juga akan menjadi bekal dalam upaya membentengi lingkungan perguruan tinggi dari penyebaran-penyebaran paham-paham radikal yang bersifat negatif.
“Dengan apa yang saya jelaskan tadi para Guru Besar banyak yang terperangah setelah melihat bagaimana fenomena itu terjadi. Dan sekarang mereka punya perspektif yang lebih lengkap. Karena beliau-beliau ini adalah kaum akademisi yang jauh pemahaman-pemahaman dalam masalah konteks intelektualitas tentunya. Saya yakin akan banyak dan berkembang ini pola-pola yang tidak kita pikirkan malah terpikirkan oleh para beliau-beliau (Guru Besar) ini,” jelasnya.
Saat sesi pembekalan terhadap para mahasiswa baru FEB UI, mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini juga mengapresiasi para mahasiswa baru itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang kritis dilontarkan kepada dirinya. Para mahasiswa ini, menurutnya, adalah anak bangsa yang masih punya idealisme tinggi dan merupakan kelebihan mereka.
“Itu sangat bagus. Dia harus diberikan pemahaman. Kenapa pertanyaan itu muncul? Karena rasa keingintahuannya tinggi, nah kita memberikan jawaban yang benar-benar jawaban yang baik. Sehingga dia mempunyai pemahaman yang benar juga,” tuturnya.
Dekan FEB UI, Ari Kuncoro mengatakan, penjelasan Kepala BNPT ini untuk menjawab keprihatinan para akademisi khususnya yang ada di lingkungan FEB UI mengenai berkembangnya paham-paham radikalisme di lingkungan perguruan tinggi yang sering dibicarakan akhir akhir ini.
“Dengan penjelasan lengkap dari Kepala BNPT tadi maka kita ingin mencegahnya langsung dari sumbernya bahwa yang namanya radikalisme dan terorisme itu asalnya dari intoleransi itu tadi,” kata Ari Kuncoro.
Diriya mengamati bahwa selama 10 tahun terakhir, berbagai pihak barangkali tidak lagi mempedulikan pelajaran-pelajaran yang sangat penting untuk kebangsaan, seperti yang pernah ia dapatkan saat dulu duduk di bangku sekolah seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan mata kuliah Pancasila serta Kewiraan saat menempuh bangku kuliah.
“Selama ini kita menggantinya dengan mata kuliah lain yang isinya itu barangkali perlu kita tinjau lagi. Karena kita sebagai bangsa yang majemuk, maka salah satu syarat untuk setiap kita bisa eksis itu adalah toleransi,” ungkapnya.
Sejumlah Guru Besar FEB UI tampak ikut hadir dalam sesi yang dikhususkan terhadap para Guru Besar dan Pejabat Struktural FEB UI, yakni Emil Salim yang merupakan mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup di era Orde Baru, lalu ada mantan Deputi Senior Bank Indonesia, Miranda S. Goeltom , dan para Guru Besar FEB UI lainnya.
Comments
Post a Comment